Akhirnya hari yang dinanti-nanti tiba, tanggal 25 Desember 2014, Trip to The East! .. East? Middle-East? East-Timor?? Nope! Jawa Timur! B-) Sudah lama aku ingin membawa ‘jalan-jalan’ GV-ku ke wilayah Jawa Timur karena selama ini daerah jelajahnya selalu ke arah barat, ke mana lagi kalo bukan rute Kebumen – Jakarta. Dan kebetulan Farah dan Ai tertarik untuk ikut serta. Yup, mereka datang jauh-jauh dari Jakarta ke Yogyakarta dengan tiket mahal karena pada saat itu adalah peak session. Rencana sudah disusun 2 bulan sebelumnya *niat ya* untuk berkeliling ke Jawa Timur melalui rute Yogya – Klaten – Sukoharjo – Karanganyar – Magetan – Madiun – Kediri – Batu – Pasuruan – Malang – Dampit – Blitar – Tulung Agung – Ponorogo – Pacitan – Wonosari – Yogya, dalam waktu hanya 4 1/4 hari dengan tujuan utama ke Bromo!
Kamis, tanggal 25 Desember 2014 mereka datang dengan pesawat paling pagi, sekitar jam 7 pagi mereka sudah mendarat di Bandara Adi Sucipto, yogyakarta. Sorry ya guys aku rada telat! Sebelum berangkat aku harus menyiapkan materi untuk liputan di Daily Social (akhirnya kesampaian juga bisa muncul di Daily Social 🙂 ). Setelah menjemput mereka di bandara, tujuan pertama kami adalah sarapan! Kebetulan dekat bandara ada Soto Pak sholeh yang aku suka banget, daging gorengnya sangat legit! ditambah tempe goreng yang kres, bener-bener nikmat. Setelah perut kenyang, kami siap berangkat!
Kami pilih melalui jalur tengah lebih dahulu karena jalur ini mempunyai tingkat kesulitan yang cukup tinggi di banding jalur selatan yang sepertinya lebih landai. Rute hari pertama adalah Jogja – Kediri, melalui Sukoharjo – Karanganyar – Magetan dan Madiun. Rute ini dipilih karena pemandangannya yang lebih indah dibandingkan rute melalui Sragen – Ngawi. Tapi rute ini juga cukup menantang karena konturnya yang menanjak dan berkelok-kelok karena melewati wilayah pegunungan, tepatnya di lereng gunung Lawu. Di tambah saat itu adalah musim hujan dimana daerah pegunungan biasanya rawan longsor. Benar saja, 10 hari sebelumnya ada kejadian tanah longsor di daerah Tawangmangu. Tapi aku pikir itu 10 hari yang lalu, mudah-mudahan sekarang baik-baik aja.
Karena dari kami bertiga belum ada satupun yang pernah melalui rute yang kami pilih, kami sepenuhnya bergantung pada Gmaps.
Tips: cara men-setting suara pada GMaps on Android
1. Klik tanda pencarian rute.
2. Masukkan titik awal dan titik tujuan, lakukan pencarian. Google akan memberikan rute yang direkomendasikan
3. Klik rute yang yang direkomendasikan
4.Klik tanda panah untuk mengaktifkan suara
5. Nah akan muncul mode navigasi lengkap dengan suaranya.
Sebenarnya kami tidak tahu jalan mana yang paling oke untuk menuju Sukoharjo. Banyak pilihan jalan dan sepertinya jalur tercepat adalah lewat Jalan Karang Wuni Kurung kemudian tembus ke Jalan Veteran, Sukoharjo. Kelihatannya mudah ya, tapi nyatanya beberapa kali kami tersesat **baru juga jalan sudah tersesat, gimana nanti B-)**. Setelah dari pasar kami sepertinya kehilangan arah, hampir semua yang dilewati jalan kecil sampai kami tersesat di areal persawahan yang jalannya tertutup mesin penggiling padi, hiyaaa mundur! mundur! Cari jalan lain yang kelihatannya seperti shortcut, eh ternyata jalannya terputus :(. Oke cari jalan lain! Lega sekali rasanya ketika akhirnya ketemu jalan raya! Dan ada sign board menuju Karanganyar! Baiklah, sepertinya lebih baik mengikuti sign board di jalan raya saja.
Pelajaran:
- Jalur terpendek belum tentu jalur yang termudah dan tercepat, bisa jadi malah yang tersulit
- Jalur terpanjang bisa jadi adalah jalur termudah dan tercepat.
Setelah melewati kota Karanganyar, masuklah kami ke daerah Tawangmangu. Ternyata jalan baru masih ditutup karena longsor. Tapi tidak masalah, kami masih bisa melewati jalan lama (yakin?). OMG! Jalannya super sadisss! Kemiringan jalannya luar biasa, rada ngeri melihatnya tapi tidak mungkin mundur, maju terus! mudah-mudahan si GV baik-baik aja. Pemandangan di luar sungguh indah, lahan pertanian yang super miring, rumah-rumah yang dibangun di kemiringan. Salut buat orang-orang yang setiap hari melewati jalur ini. Sampai kemudian, sampailah kami di area wisata Tawangmangu. Ada beberapa spot wisata yang bisa dikunjungi tapi kami memang tidak berencana untuk mampir, karena mengejar waktu. Eh eh tapi ada toko souvenir yang keliatannya oke, Javenir! mampirlah kami. Barangnya bagus-bagus, rapi, dan murah! Farah dan Ai sampai menyesal tidak membeli cukup banyak, sampai sepanjang jalan selalu bertanya pulangnya lewat Javenir lagi nggak **hahaha**. Ujung-ujungnya mereka mencari Javenir di internet untuk belanja melalui online! *hihihi*
Pelajaran: Jika kamu sudah menemukan hal yang baik, jangan ragu! *hihihi*
Perjalanan ke Kediri masih panjang, perut udah mulai menagih untuk diisi, saatnya makan siang. Tapi melihat resto dan warung di sepanjang jalan, sepertinya kurang oke, ah mungkin di depan ada yang lebih oke …. Yahh sampai akhirnya kami sudah jauh dari pusat keramaian Tawangmangu dan tempat makan yang ada ya deretan warung sepanjang tebing di sisi jalan. Makanan yang khas apa ya? Sate kelinci! *duh*. Kami berhenti di daerah Cemoro Sewu, tepatnya di depan pintu masuk titik pendakian ke gunung lawu. Daerah ini merupakan perbatasan Jawa Tengah (Karanganyar) dan Jawa Timur (Magetan). Oya, selain sate kelinci, sepertinya makanan yang selalu ada di Jawa Timur adalah pecel, sampai-sampai sate ayam sambelnya juga sambel pecel :D. Kami istirahat sejenak sambil menikmati udara pegunungan yang dingin, ditambah hujan lebat dan kabut tebal mulai turun. Jarak panjang hanya sekitar 50m dan menurut ibu penjaga toilet kabut itu tidak akan hilang sampai besok. Wedeww, dengan kondisi seperti itu kami tetap melanjutkan perjalanan.
Pelajaran: Kalau terlalu banyak memilih biasanya akhirnya mendapatkan yang biasa-biasa aja hahhaha.
Jalan menuju tempat berikutnya yaitu Telaga Sarangan dipenuhi dengan kabut tebal diiringi dengan hujan yang super deras. Banyak longsoran dari tebing di sisi jalan tapi jalan tetap bisa dilewati. Banyak mobil yang menyalakan lampu darurat dan berjalan pelan-pelan. Banyak juga yang berhenti, mungkin menunggu kabutnya menipis atau hujannya mereda. Namun kami tetap melaju, terabas! Sampai kemudian hujan mulai berhenti dan sampailah kami di Telaga Sarangan. Kami hanya mampir di Coffee shop yang berada di pinggir jalan. Dari situ kami bisa melihat Telaga Sarangan dari atas. Sayang cuacanya gelap, sangat mendung dan tiba-tiba bress!! hujan deras turun kembali. Lanjut ke Magetan, masih dengan situasi yang sama, berkabut dan hujan deras, namun kali ini jalannya menurun.
Melewati Magetan, kami lanjut menuju arah Madiun. Yang kebayang adalah sambel pecel madiun yang terkenal itu. Kami pikir akan mudah mendapatkannya di Kota Madiun. Tapi setelah berputar-putar di dalam kota, kami tidak menemukan satupun toko yang bertuliskan “Oleh-oleh Khas Madiun” atau “Sambel Pecel Khas Madiun”. Ditambah lagi banyak toko yang tutup, mungkin karena saat itu hari libur. Karena kami tidak punya banyak waktu, akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan saja. Eh tak disangka di rest area di perbatasan Madiun – Nganjuk ada toko bertajuk “Oleh-oleh Khas Madiun” dan kami menemukan sambel pecelnya. Hurai! Padahal sih, sambel pecel seperti itu bisa juga dibeli di Superindo :).
Hari menjelang petang, dan kami menunggu sampai sholat maghrib. Perjalanan ke arah Kediri melalui Nganjuk (tepatnya di Jalan Saradan), cukup macet, terutama yang ke arah barat, saat itu orang pasti pergi berlibur untuk menikmati long weekend. Selain jalan itu, setahuku memang tidak ada alternatif jalan lainnya. Untungnya kami berlawanan arah dan hanya macet ketika ada pintu kereta api. Terpikir juga untuk beristirahat di Nganjuk karena jam sudah hampir menunjukan pukul 8 malam tapi sepertinya energinya masih cukup untuk sampai Kediri. Okelah lanjut saja! Kami mengambil jalan tembus ke arah Kediri di daerah Sedudo, dan selanjutnya tinggal mengikuti sign board di sepanjang jalan. Ternyata perjalanan ke Kediri bisa ditempuh kurang dari 1 jam dan perut kami sudah mulai menagih untuk makan malam. Dan beruntung sekali di Jalan Wonoastri kami menemukan Rumah Makan Spesial Garang Asem. Segar dan cukup pedas! Recommended!
Selain itu, Kediri ternyata daerah penghasil mangga, namanya mangga Podang. Warnanya mirip mangga gedong gincu tapi bentuknya lonjong. Mangga ini katanya hanya bisa ditemukan di kawasan pertanian lereng Gunung Wilis, dan kabarnya mampu menumpas kanker dan menjaga kolestrol. Saat itu mungkin sedang musin panen, kami bisa temukan penjaja buah mangga ini di sepanjang jalan, dan harganya cukup murah, Rp 6000,- saja untuk 1 kg!
Masalah berikutnya adalah kami mau tidur dimana ya? Kami pikir akan mudah menemukan hotel/penginapan on the spot. Tapi dengan kondisi jalan yang sudah gelap, kota yang belum kami kenal, mencari tempat menginap benar-benar membuat kami berputar-putar karena banyaknya jalan Ferboden. Ada yang lucu ketika kami lihat ada bangunan wisma dengan tulisan “Wisma bagi orang-orang yang salah jalan agar kembali ke Jalan yang benar”. Sepertinya wisma ini cocok sekali dengan kami yang beberapa kali salah jalan. Eh ternyata itu hotel prodeo hahaha. Setelah cukup lama berputar-putar akhirnya ketemu juga hotel yang sesuai rencana budget kami 😀 .. Akhirnya kami bisa merebahkan badan!
Pelajaran: Jika kamu bepergian ke kota yang belum kamu kenal, sebaiknya persiapkan semuanya di depan, termasuk penginapan. Pencarian on the spot benar-benar makan waktu dan makan pulsa B-).
Bersambung .. Trip to The East: Day 2