Yap, minggu ini, officially aku mulai ngantor, baru ada 3 orang pegawai, 1 orang sudah punya pengalaman 4 tahun dan 2 orang masih bener2 beginner. Walaupun berkantor di rumah sendiri, tapi tetep aja, aku mesti disiplin, jam 8 sudah standby sampai selesai waktu kerja jam 5 sore. Kalau kita mau mendisiplinkan orang lain, tentu kita harus mendisplinkan diri sendiri dulu, bukan? :). 1 orang yang berpengalaman aku dapat dari hasil berkelilingku ke SMK-SMK (alumni di salah satu SMK), sementara 2 orang yang beginner aku dapat dari kelurahan, atas bantuan kakak iparku. Sebenarnya ada 25 orang kandidat yang siap bekerja, dengan modal 2 minggu diklat di Semarang, tetapi dari 6 orang yang aku test, aku ambil 2 orang yang memenuhi kualifikasi, walaupun skill-nya benar-benar masih basic, tapi aku lebih melihat ke attitude dan semangatnya untuk belajar dan bekerja. Mulailah aku membuat kurikulum training, sesuai dengan kebutuhanku, dan selama 4 hari hasilnya cukup lumayan. Dari awalnya 1 command, 1 execution, 1 review, sekarang sudah bisa multiple commands, multiple executions, 1 review .. targetnya sih 1 command, multiple executions, 1 review :).
Dari 1 orang yang berpengalaman itu, aku banyak belajar, mendapatkan banyak masukan mengenai proses produksi terutama proses produksi di butik. Dia juga sangat membantuku untuk melakukan experiment-experiment (hare gene masih experiment … B-)). Dari proses produksi yang sebelumnya aku adopsi dari proses produksi di garment yaitu menggunakan sistem CMT (Cut, Make, Trim), untuk mendapatkan hasil dengan kualitas butik, perlu ada modifikasi proses, di mana dalam proses Make ada banyak repetisi proses yang harus dilakukan untuk mendapatkan kualitas jahitan yang baik ala butik. Dari situ aku coba analisa prosesnya untuk membuatnya lebih efektif dan kutuangkan dalam dokumen Standard Operation Procedure yang sampai saat ini masih terus aku sempurnakan.
Terkait dengan kualitas, aku juga banyak belajar dari mengamati hasil finished good (baju) branded local (di lemari adanya branded local, nggak ada branded import 😀 ), seperti invio (my favorite brand), vesperine, elfa’s, point one. Kalau menurutku, baju bagus bukan hanya dari model, jenis kain dll tapi juga dari bagaimana cara menjahitnya. Baju-baju branded umumnya baik potongan maupun jahitan sangat rapi. Tentu untuk menyamai kualitas seperti itu, dibutuhkan proses dan juga experiment (maklum … bingung juga mo nanya siapa 🙂 … secara, pengalaman kerja di bidang itu juga 0). dari situ aku tuangkan ke dalam dokumen standar kualitas yang menjadi acuan dalam proses produksi.
Selain 2 dokumen tersebut, seperti layaknya kantor, aku juga cukup tertib dalam hal dokumentasi, mulai dari dokumen kontrak kerja (pembantu di rumahku aja aku buatin dokumen kontrak kerjanya hehehe) dan peraturan perusahaan. Tak lupa juga daftar hadir dan kartu kerja. Semua aku sosialisasikan ke pegawaiku, termasuk aku jelasin pasal demi pasal 🙂 Aku termasuk orang yang lebih suka apa-apa jelas di depan supaya tidak ada ganjalan di perjalanannya kelak (mudah-mudahan). Oya, untuk penggajian, aku mengadopsi sistem performance based pay, dimana besaran gaji sesuai dengan kinerja pegawai (gaji pokok tetap ada). Mungkin sistem kerja seperti di tempatku lebih bisa terukur … karena dari pengalaman sebelumnya sangat-sangat sulit untuk menilai performance 🙁 .. kata pepatah .. we cannot manage it if we cannot measure it. Mengenai besaran gaji aku sesuaikan dengan standard tengah gaji tenaga kerja seperti ini di pasaran. Datanya aku dapat dari hasil berkelilingku ke SMK-SMK. Dari situ aku banyak mendapatkan data besaran gaji yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan yang mencari tenaga kerja serupa, juga sistem kerja dan penggajiannya. Menurut informasi dari beberapa sekolah, sistem penggajian dengan performance based pay tidak diminati oleh para lulusan (pencari kerja). Mereka tidak asal bicara, karena mereka bisa menunjukkan bukti-buktinya. Tapi tak apalah, menurutku itu sistem penggajian seperti itu adalah yang paling fair. Aku juga diingatkan mengenai standar UMR (sekarang yang dipakai UMK?), tapi kalau aku lihat dari data yang ada, masih banyak juga perusahaan yang menawarkan gaji jauh lebih rendah dari itu.
Untuk masalah jumlah pegawai, sampai saat ini masih menjadi peer buat aku, sebelum perusahaan ini bener-bener di-launch (target secepat-cepatnya pertengahan Maret sudah lewat euyy .. tapi itu kan target secepat-cepatnya B-)). Menunggu skilled labor sepertinya saat ini mustahil, mungkin karena fitinline belum punya nama, yang paling mungkin ya mengambil pegawai yang beginner, dan membenahi sistem grooming. Selain pegawai, aku juga sudah sedang mempersiapkan label dan packaging yang ternyata proses pengerjaannya juga tidak bisa cepat. Dari pengalamanku, proses proofing sangat diperlukan, karena terkadang apa yang kita buat di dalam spesifikasi belum tentu ditangkap sama oleh vendor. Proses proofing, juga melibatkan proses pengiriman fisik barang (sample) untuk keperluan customer approval. Order yang kulakukan untuk label dan packaging juga cukup banyak, 2000 unit B-).
Keliatannya serius banget ya? 😀 Ya, harus! Berbisnis itu tidak bisa main-main, karena di dalam prosesnya sudah banyak melibatkan pikiran, tenaga, materi yang tidak sedikit dan juga opportunity cost. Sayang kalo semuanya disia-siakan dengan tidak serius .. walaupun at the end, katanya yang paling berperan dalam bisnis adalah LUCK. But Luck is opportunity meets preparation. Berbisnis adalah proses penciptaan opportunity, dan semua yang kulakukan adalah preparation. Jadi apa yang kurang? .. MEETS .. 🙂 hanya kuasa Allah yang bisa mempertemukan keduanya menjadi LUCK 🙂
Alhamdulillah semoga semuanya berjalan lancar amien.
Selamat Jeng, 2 jempol buat dirimu yg berhasil keluar dari comfort zone & memulai bisnis sendiri dr nol, inspiratif bangetttt.
Semoga sukses & penuh berkah.
Aamiin .. makasih mba Heny .. masih penuh perjuangan, untuk bisa me-restore ke zona nyaman lagi hehehe